Minggu, 10 November 2013

Meteorlogi Laut



Perubahan Iklim Mengubah Ekosistem
Deskripsi: http://assets.kompas.com/data/photo/2010/01/09/3640999620X310.jpg

KOMPAS.com – Perubahan iklim membuat perubahan besar dalam ekosistem, seperti perubahan siklus hidup tumbuhan dan hewan dan peningkatan level permukaan laut. Demikian hasil penelitian yang disampaikan oleh Patrick Gonzales, US National Park Service dalam presentasi "Discovering Ways to Vulnerable Ecosystems Adapt to Impacts of Climate Change" pada 2011 Indonesian-American Kavli Frontiers of Science Symposium, Sabtu (9/7/2011) di Bogor.
Ia menjelaskan, perubahan iklim menggeser waktu vegetasi berbunga serta migrasi hewan. Peristiwa-peristiwa secara tidak langsung memengaruhi siklus hidup tumbuhan dan hewan, dan pada akhirnya, memengaruhi kelangsungan ekosistem.
"Indikasi dari perubahan iklim juga terdeteksi menggandakan kematian pohon di Amerika Serikat selama 1955 hingga 2007," jelasnya. "Dampak besar lainnya, kenaikan temperatur dan ketinggian permukaan laut," tambah Gonzales.
Penelitian Gonzales mengamati berbagai wilayah di seluruh dunia ini. Pada sejumlah area yang ekosistemnya mengalami perubahan besar, menurutnya, "Lebih terkait karena faktor perubahan iklim daripada faktor-faktor lain."
Riset ini, menurut Gonzales, diharapkan dapat menyediakan informasi dan data yang bisa dipakai sebagai rujukan dalam mengelola metode-metode adaptasi terhadap perubahan ini. "Saat tidak memungkinkan lagi, relokasi diperlukan," katanya.(National Geographic Indonesia/Gloria Samantha) .

Komentar :
Sehingga dalam hal ini kita perlu mencermati dan mampu menyeimbangkan diri dengan keadaan, salah satu hal yang dimaksud adalah sifat kepekaan dalam menjaga lingkungan atau pelestarian alam sebagai kesatuan ekosistem utama.










Penurunan CO2 Dorong Peristiwa Iklim Terbesar Bumi
Deskripsi: Headline
UPI
Oleh: Billy A. Banggawan
Teknologi - Selasa, 6 Desember 2011 | 01:24 WIB
Berita Terkait
INILAH.COM, West Lafayette – Penurunan karbon dioksida (CO2) menjadi tenaga pendorong salah satu peristiwa iklim terbesar dalam sejarah Bumi. Apa itu?
Menurut ilmuwan di universitas di Purdue dan Yale, penurunan CO2 ini akan menjadi tenaga pendorong pemebentukan lembaran es Antartika. Menurut hasil studi mereka, peran gas rumah kaca di Antartika menunjukkan betapa pentingnya CO2 di perubahan iklim dulu.
Tak hanya itu, diketahui CO2  menjadi tenaga signifikan di iklim masa kini dan masa depan. Tim ini menemukan, rendahnya tingkat CO2 mampu membentuk lembar es di Kutub Selatan namun seberapa besar peningkatan gas rumah kaca hingga lembar es meleleh masih menjadi misteri.
“Bukti ini sejalan dengan harapan CO2 merupakan tuas utama yang ‘memerintah’ iklim dunia. Jika tuas ini dinaikkan atau diturunkan, akan terjadi perubahan dramatis,” ungkap profesor sains bumi dan atmosfer Matthew Huber dari Purdue seperti dikutip UPI.
Transisi dari dunia hangat tanpa es menjadi dunia dingin dengan es terjadi akibat fluktuasi tingkat CO2, lanjutnya. Ilmuwan mengatakan, selama 100 ribu tahun di zaman Eosen, suhu turun secara dramatis, es menyelimuti Antartika dan ketinggian laut turun.
“Permulaan es Antartika merupakan ibu ‘titik kritis’ semua iklim. Mengenali peran utama perubahan CO2 menjadi dasar penelitian penting pada perubahan iklim dunia,” tutup geokimiawan Yale Mark Pagani. [mor].
Komentar :
Sehingga dalam menghadapi kemungkinan yang terjadi kita perlu memikirkan cara untuk memulihkan keadaan ekosistem salah satunya adalah penanaman kembali pada wilayah-wilayah yang gundul ataupun mengurangi pembangunan yang sifatnya sebagai salah satu unsur efek rumah kaca.

 

Apakah Perubahan Iklim Berdampak Buruk Pada Pusat Terumbu Karang Dunia?

December 3, 2012 | Ditulis oleh: Robert Lalasz
Deskripsi: Joanne Wilson mengamati terumbu karang di Raja Ampat
Joanne Wilson (atas) mengamati terumbu karang di Raja Ampat
Anda mungkin pernah mendengar tentang pemutihan karang – kematian massal terumbu karang karena pemanasan suhu laut, satu peristiwa yang secara tidak langsung ikut berperan dalam perubahan iklim. Ini merupakan masalah yang makin memprihatinkan bagi ratusan juta orang yang hidupnya bergantung pada terumbu karang dan ikan yang menjadikannya sebagai tempat tinggal. Namun dengan terus meningkatnya suhu air laut, apakah ada harapan hidup bagi karang?
Ilmu pengetahuan datang menyelamatkan! Para peneliti belajar banyak tentang jenis-jenis spesies karang, baik itu yang tahan terhadap pemutihan maupun yang rentan – dan menggunakan data tersebut untuk mencari tahu terumbu karang mana yang akan menjadi lebih tahan terhadap perubahan iklim … yang akan memberi petunjuk ke arah mana fokus upaya perlindungannya.
Sebagai bagian dari pekerjaan mereka, ilmuwan kelautan seringkali harus meneliti ikan dan terumbu karang di lokasi yang indah tapi terpencil – itulah mengapa The Nature Conservancy mengirimkan tim ilmuwan yang dipimpin oleh Drs. Joanne Wilson dan Sangeeta Mangubhai selama dua minggu pada November ke kepulauan Raja Ampat, Indonesia, yang dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Saya mewawancara  Jo dan Sangeeta – segera setelah mereka selesai menyelam – untuk mendapatkan informasi tentang apa yang mereka temukan … termasuk kerang raksasa dan gumpalan ikan teri:
T: Di ekspedisi ini, Anda menemukan pemutihan karang yang lebih sedikit daripada yang Anda duga. Seberapa pentingkah temuan tersebut? Bisakah itu mengurangi kekhawatiran kita tentang pemutihan karang?
Joanne Wilson: Pemutihan karang terjadi ketika suhu air laut lebih hangat dari biasanya – misalnya, selama peristiwa La Nina seperti yang kami alami tahun lalu. Seringnya dan meningkatnya intensitas dari peristiwa pemanasan tersebut dikaitkan dengan perubahan iklim. Untungnya, selama ekspedisi kami, suhu air laut berada dalam rentang normal, sehingga karang pada terumbu Misool tidak memutih (mati). Tapi dengan perkiraan bahwa pemutihan terumbu karang akan meningkat di masa depan, kami masih waspada dan khawatir akan terumbu Raja Ampat.
T: OK, jadi kita masih khawatir tentang pemutihan karang – tetapi apa yang bisa kita lakukan untuk mencegahnya?  
Joanne Wilson: Kita bisa membantu membangun ketahanan karang. Selama penelitian, kami menemukan beberapa karang yang sedikit pucat, yang menunjukkan sedikit peningkatan suhu. Karang-karang ini termasuk dalam spesies yang sangat sensitif terhadap peningkatan suhu. Dengan mempelajari karang-karang tersebut akan membantu kita lebih memahami respon yang berbeda-beda dari spesies karang terhadap peningkatan suhu air laut. Dengan menggabungkan pengetahuan baru ini dengan informasi tentang penyebaran spesies karang, kita bisa memprediksi dengan lebih akurat mengenai  terumbu mana yang cenderung lebih rentan terhadap pemutihan di masa depan – yang nantinya bisa menjadi petunjuk dalam usaha membangun ketahanan karang.
T: Kawasan laut lindung seperti yang baru Anda kunjungi seringkali merupakan zona “dilarang mengambil” dimana penangkapan ikan dibatasi atau sama sekali dilarang. Anda mempelajari apakah ikan-ikan di zona tersebut lebih besar dan lebih banyak – dengan kata lain, apakah zona ini berfungsi sebagai “gudang ikan” pada wilayah tersebut. Benarkah?
Sangeeta Mangubhai: Ekspedisi kami membawa kami ke tenggara kawasan laut lindung Misool, yang masih dalam proses pembuatan zona, meskipun saat ini ada satu zona “dilarang mengambil” seluas 425 kilometer persegi yang sudah aktif ditegakkan. Data kami menunjukkan bahwa biomassa dan kelimpahan ikan lebih tinggi dalam zona “dilarang mengambil” yang ada, terutama di daerah dengan arus besar (seringkali pada ujung-ujung pulau) di mana spesies ikan cenderung banyak berkumpul. Kami juga mencatat lebih banyak hiu di zona “dilarang mengambil” dibandingkan dengan daerah lain dari kawasan laut lindung dimana penangkapan ikan berlanjut.  Jadi ya, zona “dilarang mengambil”  yang ada saat ini berperan sebagai gudang ikan. Namun, mengingat sudah berlebihannya penangkapan ikan di terumbu yang ada Misool , akan butuh beberapa tahun lagi sampai zona “dilarang mengambil” bisa mengumpulkan banyak ikan hingga bisa meluas ke daerah sekitarnya.
T: Bagaimana Anda menentukan apakah ikan lebih besar dan lebih berlimpah di satu daerah tertentu? Bagaimana Anda tahu bahwa Anda tidak hanya kebetulan menemukan banyak ikan besar pada hari itu saja?
Sangeeta Mangubhai: Selama dua tahun terakhir, kami telah mengklasifikasikan terumbu karang di Misool untuk memberikan kita pemahaman yang lebih baik dari berbagai habitat terumbu karang di sana. Kami melakukan ini karena kita tahu semua terumbu karang tidak sama – mereka berbeda tergantung pada habitat dan kondisi oseanografi dimana mereka hidup, demikian juga dengan populasi ikannya. Populasi ikan di terumbu laguna akan berbeda – baik dari segi spesies dan jumlah – dengan populasi ikan di terumbu karang yang berdekatan, yang terkena gelombang dan angin.
Ketika kami meneliti kesehatan terumbu karang, kami pastikan bahwa kami meneliti habitat terumbu yang serupa sehingga datanya bisa dibandingkan. Kami juga meneliti beberapa terumbu dalam jenis habitat yang sama, sehingga kami bisa membuat rerata yang mencerminkan kondisi umum terumbu karang. Selain itu, kami tahu ikan mana yang cenderung menyebar sendiri di luar terumbu, dan mana yang cenderung berkumpul di kerumunan besar, dan kami memperhatikan hal ini bila kita melakukan penelitian kami dan ketika kami menginterpretasikan data.

T: Berbicara tentang kumpulan, Anda juga menemukan sebuah “gumpalan” ikan teri – yang saya duga bukanlah sesuatu yang masuk ke dalam resep salad Caesar. Apa itu sebenarnya? Mengapa itu penting?
Joanne Wilson:  Gumpalan ikan teri merupakan kumpulan dari mungkin jutaan ikan perak kecil. Dengan berprinsip bergerombol akan membawa keselamatan, ikan-ikan teri ini berharap bahwa setidaknya beberapa dari mereka akan selamat dari menjadi mangsa. Ikan teri membentuk dasar dari rantai makanan – mereka merupakan makanan utama bagi ikan seperti tuna, burung laut dan bagi banyak spesies paus dan lumba-lumba. Berton-ton ikan teri juga ditangkap dan kemudian dikeringkan lalu dijual untuk konsumsi masyarakat di Indonesia. Jadi, perlindungan terhadap habitat ikan teri serta pengelolaan penangkapan ikan teri yang baik menjadi penting dalam menciptakan ekosistem yang sehat dan perikanan yang berkesinambungan.
Deskripsi: http://www.nature.or.id/wp-content/uploads/2012/06/Coral-Reef-1.jpg
Dari buku Dr. Seuss tentang karang (atas): Dari kiri ke kanan, karang Cynarina, Physogyra, Euphylliaancora dan Lobophyllia.
T: Salah satu ilmuwan yang saya kenal, menggambarkan ikan dan karang di Segitiga Karang (Coral Triangle) seperti sesuatu yang ada dalam buku Dr. Seuss – benar-benar gila.  Anda berdua telah banyak menyelam di CT – apakah Anda melihat sesuatu yang Anda belum pernah lihat sebelumnya?
Joanne Wilson: Tentu saja. Ini merupakan pusat keanekaragaman hayati terumbu karang, sehingga kami pasti melihat banyak makhluk yang tidak umum ditemukan di terumbu lain hingga membuat kami meneliti foto dan membaca buku referensi setiap malam! Beberapa spesies karang membentuk satu wujud rapuh yang aneh dan indah di teluk yang sangat terlindung di antara karst batu kapur. Kami menemukan anenome berbentuk aneh yang sangat mirip dengan pakis hitam dan juga dua kali melihat gurita kawin.
T: Sejumlah ilmuwan Indonesia membantu Anda melakukan pemantauan pada ekspedisi ini. Apakah kehadiran mereka meningkatkan kredibilitas temuan Anda dengan orang-orang yang tinggal di Raja Ampat? Dan bagaimana temuan Anda akan bermanfaat di sana?
SangeetaMangubhai: Ada beberapa alasan mengapa kami mengajak banyak ilmuwan berbahasa Indonesia di perjalanan kami. Pertama, TNC merasa bahwa jika kami bekerja di negara seperti Indonesia, penting untuk berinvestasi dalam kapasitas jangka panjang dan memberdayakan para ilmuwan lokal untuk memimpin pemantauan sendiri bukannya mengandalkan orang luar. Kedua, hal ini membuat kredibilitas nyata bagi temuan kami di tingkat lokal serta rasa bangga bagi masyarakat disana karena memiliki penduduk setempat yang terlibat dalam sebuah ekspedisi dan mengumpulkan data tentang terumbu karang mereka. Dan ketiga, ilmuwan Indonesia-lah yang akan bekerjasama dengan staf penyuluhan dan masyarakat setempat untuk menyelesaikan rencana zonasi kawasan laut lindung – untuk melakukan ini, mereka perlu menjadi ahli dengan pengetahuan langsung dan pemahaman tentang terumbu, untuk memungkinkan mereka dapat duduk bersama dengan masyarakat setempat saat membahas sumber daya masyarakat dan cara terbaik untuk mengelolanya. Ilmuwan lokal tahu bagaimana berbicara dengan pemerintah dan komunitas mereka dengan lebih baik daripada orang luar.
Deskripsi: http://www.nature.or.id/wp-content/uploads/2012/06/Coral-Reef-2.jpg
Joanne Wilson (kiri) dan Sangeeta Mangubhai
T: Semua orang berpikir menyelam itu menyenangkan dan glamor, tetapi Raja Ampat bukanlah tempat yang mudah untuk bekerja – anda harus membawa semua yang Anda butuhkan dari satu kota yang jaraknya 98 mil di seberang laut terbuka, yang saya kira ditempuh dalam  16 jam dengan kapal uap. Apa hal yang paling menantang tentang ekspedisi ini?
Sangeeta Mangubhai: Mengingat betapa terpencilnya daerah ini, kami harus banyak berpikir dan berencana, sebelum perjalanan ini dimulai. Tidak ada toko yang menyediakan sesuatu yang kami lupa bawa, jadi kami perlu membawa cadangan peralatan penting. Kami harus siap untuk memperbaiki sendiri peralatan yang tidak berfungsi atau rusak. Setiap malam, setelah memasukkan data kami, kami juga harus melakukan inventarisasi – memeriksa berapa banyak bahan bakar yang telah digunakan, memeriksa keadaan perkakas kami dan memutuskan di mana kita bisa menjangkarkan perahu dengan aman setiap malam, dengan mempertimbangkan bahwa ada banyak terumbu yang belum ditandai yang tak ingin kami rusak. Di beberapa daerah, kami harus mengandalkan pengetahuan dari asisten pemantuan masyarakat kami untuk menavigasi perahu melalui bagian-bagian sempit. Dengan tidak adanya informasi akurat tentang pasang surut dan arus, kita harus memastikan bahwa, ketika kami memilih lokasi penyelaman, arusnya tidak terlalu kuat. Dan kami harus menyiapkan langkah-langkah keamanan tambahan, jika dibutuhkan untuk penyelaman.
T: Terumbu karang sedang mengalami masalah di seluruh dunia – hampir semua orang tahu itu. Tapi sebagai ilmuwan, apakah sekarang Anda lebih penuh harapan daripada ketika sebelum ekspedisi ini, mengenai kemampuan kita untuk melindungi terumbu karang? Mengapa ya atau mengapa tidak?
Joanne Wilson: Ekspedisi ini membuat kami memiliki perasaan yang tercampur aduk. Raja Ampat ini tentunya daerah yang sangat indah dan beragam, tetapi bahkan di ujung sudut Indonesia ini, terumbunya menunjukkan tanda-tanda eksploitasi berlebihan dan kerusakan akibat penangkapan ikan dengan bom.
Tapi kita melihat tanda-tanda positif yang kuat juga – semua anggota masyarakat setempat dalam ekspedisi kami dulunya adalah nelayan ilegal, dan sekarang mereka menjadi konservasionis aktif. Sekarang ada kesepakatan antara Resor Ekologi Misool – sebuah resor selam lokal – dengan desa-desa setempat untuk mengelola terumbu secara berkesinambungan sekaligus menciptakan peluang kerja. Kami juga mendukung upaya pemerintah daerah untuk mengembangkan rencana manajemen untuk semua wilayah laut lindung Raja Ampat. Ini akan menjadi kesempatan pertama bagi  beberapa komunitas untuk mempengaruhi keputusan yang menentukan bagaimana sumber daya mereka digunakan dan diakses. Jadi meski masih ada eksploitasi karang, perkembangan ini memberi kami harapan.

Komentar :
Setelah kita ketahui bahwa sanya perubahan suatu iklim dapat berpengaruh terhadap ekosistem,terutama jika perubahan iklim yang dimaksud tidak terkendali akan mempengaruhi ekosistem yang sifatnya negative.

0 komentar:

Copyright © 2012 Hendra Wiguna All Right Reserved
Shared by Themes24x7